Rabu, 15 April 2020

Pemilu Konkuren dan Asa Konstitusi

Pemilu 2019, telah sukses digelar 17 April 2019 mencatatkan sejarah sebagai Pemilu Serentak (Pemilu Konkuren) pertama sepanjang sejarah Pemilu di Indonesia. Harapan-harapan bangsa terhadap Pemilu yang ideal, coba dijawab oleh pembuat regulasi dengan menghadirkan UU Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum sebagai landasan hukum Pemilu serentak Tahun 2019, sekaligus landasan perubahan menuju terpuaskannya harapan ideal terhadap Pemilu Indonesia. Undang-undang dimaksud, telah menggabungkan pengaturan tentang penyelenggara Pemilu, penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta penyelenggaraan Pemilu DPR, DPD dan DPRD dalam satu kesatuan undang-undang yang mengatur rezim Pemilu sebagaimana dimaksud konstitusi kita khususnya Pasal 22 E UUD 1945.

Konstitusi atau hukum dasar tertulis, dalam hal ini ini Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, sesungguhnya telah mengatur substansi demokrasi yang kemudian menjadi asas pelaksanaan Pemilu. Wujud demokrasi substansial telah diformat oleh penyusun konstitusi kita. Hal-hal ideal tersebut, dapat kita sebut sebagai harapan atau asa konstitusi bagi Pemilu kita.

·       Pemilu Konkuren

Geys sebagaimana dikutip Haris, dkk., (2014) dalam Solihah (2018) menyebutkan bahwa secara umum, pemilu serentak atau lazim juga disebut sebagai pemilu konkuren (concurren elections) yaitu pemilu yang diselenggarakan untuk memilih beberapa lembaga demokrasi sekaligus pada satu waktu secara bersamaan. Jenis-jenis pemilihan tersebut mencakup pemilihan eksekutif dan legislatif di beragam tingkat di negara yang bersangkutan, yang terentang dari tingkat nasional, regional, hingga pemilihan di tingkat lokal.


Pemilu serentak Tahun 2019 merupakan konsekwensi logis-yuridis dari adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUUXI/2013 Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Untuk teknis pelaksanaanya sekaligus menjadi dasar hukum pelaksanaan Pemilu serentak mulai Tahun 2019 maka telah ditetapkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagai landasan hukum penyelenggaraan Pemilu Serentak.

Dalam penjelasan umum UU Nomor 7 Tahun 2017, diuraikan bahwa secara prinsipil, Undang-Undang ini dibentuk dengan dasar menyederhanakan dan menyelaraskan serta menggabungkan pengaturan Pemilu yang termuat dalam tiga Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2OO8 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggara Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2Ol2 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain itu, juga dimaksudkan untuk menjawab dinamika politik terkait penyelenggara dan peserta Pemilu, sistem pemilihan, manajemen Pemilu, dan penegakan hukum dalam satu Undang-Undang, yaitu Undang-Undang tentang Pemilihan Umum.

Adapun tujuan penggabungan undang-undang tersebut di atas, menurut Pasal 4 UU 7/2017 adalah untuk:
a.  memperkuat sistem sistem ketatanegaraan yang demokratis;
b.  mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas;
c.   memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengaturan pemilu;
d.  menjamin konsistensi pengaturan pemilu;
e.  mewujudkan pemilu yang efektif dan efisien;


·       Asa Konstitusi

Asa atau harapan utama terhadap Pemilu di Indonesia termuat dalam konstitusi negara kita UUD RI 1945. Sesuai dengan ketentuan Pasal 22E bahwa, Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan berlandaskan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

Pemilu yang terselenggara secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan wakil rakyat yang berkualitas, dapat dipercaya, dan dapat menjalankan fungsi kelembagaan legislatif secara optimal. Penyelenggaraan Pemilu yang baik dan berkualitas akan meningkatkan derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, dan keterwakilan yang makin kuat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Asa konstitusi di atas, diimplementasi dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, diantaranya dapat kita temukan dalam Pasal 2 UU 7/2017 yang jelas mengharapkan penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Secara umum harapan terhadap sebuah penyelenggaraan Pemilu dapat dilihat dalam Prinsip-prinsip Pemilu Universal, yang menurut Modul Bridge Project (Building Resources in Democracy, Governance and Elections) adalah:
a.    Sederhana
b.    Menjunjung tinggi hak azasi manusia
c.     Tidak memihak
d.    Transparan
e.    Memastikan terbentuknya pemerintahan  yang sesungguhnya
f.      Mendorong keberadaan partai oposisi
g.    Hak pilih universal
h.    Pemungutan suara yang rahasia
i.      Berdasar pada hukum yang baik dan dapat ditegakkan
j.      Memberi kesempatan untuk naik banding
k.     Mencerminkan keadilan sosial politik masyarakat
l.      Sistem pemilihan harus dapat diterima masyarakat

Lebih lanjut disebutkan juga, standar Pemilu Universal adalah:
a.    TPS yang aman;
b.    Semua pemilih dapat menggunakan hak pilih;
c.     Semua orang bisa mengakses semua kegiatan Pemilu;
d.    Penyelenggara Pemilu yang independen;


·       Mewujudkan Asa Konstitusi
Bagi KPU sebagai penanggung jawab teknis penyelenggaraan Pemilu, Pemilu serentak Tahun 2019 merupakan peluang untuk mewujudkan harapan ideal dan menjawab tantangan-tantangan dalam perubahan sistem pelaksanaan dari pemilu terpisah ke Pemilu serentak.

Menjawab tantangan tersebut, KPU melaksanakan serangkaian upaya pembenahan teknis tata kelola Pemilu diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut:

a.    Pemenuhan asas langsung.
Dengan asas langsung, rakyat sebagai Pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. Upaya KPU diantaranya adalah mengupayakan terwujudnya aksesibilitas atau terwujudnya Pemilu akses, yaitu tatalaksana Pemilu yang memberikan akses bagi Pemilih untuk memberikan suaranya tanpa hambatan diantaranya secara teknis dengan mengatur dan melaksanakan pendaftaran pemilih, sosialisasi dan TPS yang yang aksesabel serta logistik yang aksesebel, dimana hak-hak kaum disabilitas / difabel.

b.    Pemenuhan asas umum.
Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial. KPU dalam setiap tahapan berusaha melayani pemilih sesuai dengan motto/tagline “KPU melayani” di setiap tahapan mulai dari penyusunan regulasi, pendaftaran pemilih, sosialisasi hingga pemungutan suara di TPS. Hak konstitusi warga negara untuk memilih berusaha dilindungi karenanya dalam tahap pemutakhiran data pemilih semangat melindungi hak pilih tergambar dengan adanya perbaikan DPT menjadi lebih akurat dan mengakomodir pemilih yang belum terdaftar. Sosialisasi dilakukan sampai pada daerah-daerah yang berkebutuhan khusus terhadap akses informasi.

c.     Pemenuhan asas bebas.
Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya oleh negara, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani. Mewujudkan asas ini secara teknis memang terdapat tantangannya dari Pemilu ke Pemilu, misalnya dengan masih adanya dugaan politik uang dan intimidasi / mobilisasi ASN. Regulasi kita telah mengatur sedemikian rupa upaya pencegahan dan penegakan hukum untuk mencegah terjadinya politik uang dan ASN yang tidak netral. 

d.    Pemenuhan asas rahasia.
Asas rahasia berarti, dalam memberikan suaranya, Pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain. Upaya utama KPU adalah dengan mewajibkan TPS yang menjamin pilihan pemilih tidak diketahui orang lain. Juga ada larangan menggunakan kamera dalam bilik TPS.

e.    Pemenuhan asas Jujur dan Adil.
Dalam penyelenggaraan Pemilu ini, penyelenggara Pemilu, aparat pemerintah, Peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, Pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan asas adil, berarti setiap Pemilih dan Peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun. Untuk mewujudkan hal ini, KPU memberi Penekanan pada rekrutmen penyelenggara Pemilu serta penguatan pemahaman kode etik penyelenggara pemilu. Integritas proses dan hasil Pemilu juga menjadi perhatian KPU, karenanya KPU telah menata sedemikian rupa setiap tahapan ke arah transparansi. Akses terhadap setiap keputusan lewat konsistensi melaksanakan keterbukaan informasi publik dan proses scanning upload hasil Pemilu dengan Sistem Informasi penghitungan Suara (Situng) untuk menutup celah bagi ketidakdilan dan perilaku curang.

Upaya upaya KPU telah maksimal untuk mewujudkan Pemilu yang LUBER dan JURDIL. Masih ada hal-hal yang kurang dalam mewujudkan asa konstitusi melalui Pemilu kita, tentu saja kan menjadi catatan perbaikan dalam penyelenggaraan Pemilu kedepan. Partisipasi masyarakat  sangat diharapkan, bukan hanya untuk menggunakan hal pilih, tetapi juga memberikan masukan, pendapat, saran, kritikan yang konstruktif untuk Pemilu Indonesia yang lebih baik, untuk demokrasi Indonesia yang makin substansial. (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.