Minggu, 05 Juli 2020

Adaptasi Dinamika Kinerja KPU di Era Kenormalan Baru

| "KPU Lawan Covid-19" || sumber www.kpu.go.id | 

Lembaga Penyelenggara Pemilu, khususnya jajaran Komisi Pemilihan Umum, di tahun ini mengemban tugas untuk melaksanakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati  serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Serentak atau secara singkat kita sebut Pemilihan Serentak Tahun 2020.

Kita tahu bersama, hari pemungutan suara Pemilihan Serentak Tahun 2020, sebelumnya jatuh pada tanggal 23 September 2020. Namun ketika terjadi penundaan tahapan akibat Pandemi Covid-19 di bulan Maret 2020, kemudian dilanjutkan kembali sejak 15 Juni 2020, maka sebagaimana jadwal tahapan dalam Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2020, hari di mana masyarakat pemilih akan menggunakan hak pilihnya, jatuh pada tanggal 9 Desember 2020.

Bagaimana penyelenggara pemilu bekerja di era kenormalan baru?

Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2020, telah menegaskan bahwa setiap tahapan yang dilaksanakan di masa pandemi Covid-19 wajib dilaksanakan dengan memerhatikan protokol pencegahan Covid-19. 

Beberapa adaptasi yang telah dan sedang diterapkan khususnya oleh jajaran KPU mulai tingkat pusat sampai daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) termasuk jajaran badan penyelenggara ad hoc seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di tingkat kecamatan dan Panitia Pemungutan Suara (PPS)  di tingkat desa/kelurahan diantaranya adalah:

1. Mengurangi / menghindari kegiatan yang mengumpulkan banyak orang 

Kegiatan-kegiatan seperti sosialisasi dilaksanakan dengan metode online/daring untuk menghindari terjadinya pengumpulan orang dalam jumlah yang besar yang berpotensi menjadi media transmisi covid-19.

Jika pun kegiatan-kegiatan tertentu harus dilaksanakan dengan metode tatap muka, maka protokol pencegahan mulai dari cuci tangan, pengukuran suhu tubuh, dan menggunakan masker menjadi sebuah mekanisme baru yang wajib diimplementasi.

2. Membatasi perjalanan dinas hanya untuk urusan yang sangat urgen

KPU RI telah menghimbau untuk supaya KPU daerah membatasi atau bahkan tidak melaksanakan perjalanan koordinatif/konsultasi ke Jakarta. Semua urusan konsultasi dan koordinasi dilaksanakan secara daring.

3. Penerapan physical distancing dan wajib menggunakan APD dan kelengkapan sarana kebersihan di tempat kerja  

Physical distancing mulai diterapkan di ruang-ruang kerja staf. Ruang kerja hanya boleh ditempati dengan pengaturan meja kerja memerhatikan jarak aman minimal 1 meter. 

Ruangan-ruangan yang sebelumnya padat, dan akan mengakibatkan tidak terjaganya jarak aman antara staf, maka diambil kebijakan untuk adanya sistem WFH-WFO secara bergantian. Beberapa staf diijinkan bekerja dari rumah (WFH) di hari-hari tertentu, sementara yang lain bekerja di kantor (WFO). Hal tersebut dilakukan secara bergantian sesuai jadwal. 

Seluruh personil yang bekerja di kantor wajib menggunakan alat pelindung diri (APD) minimal masker.  Yang lalai pakai masker langsung dapat teguran. 

Di depan pintu masuk disiapkan tempat cuci tangan dan hand sanitizer. Juga, semua wajib "ditembak" dengan "pistol" thermogun, untuk memastikan suhu tubuh dalam batas normal. 

Jika Anda bertamu di kantor KPU, Anda wajib mengisi form identifikasi pencegahan Covid-19.

Di setiap Satker KPU, sekarang telah dibentuk semacam gugus tugas pencegahan Covid-19, namanya Tim Pengendalian dan Pencegahan Covid-19. Tim ini bertugas memastikan pelaksanaan protokol pencegahan Covid-19, juga menjamin ketersediaan APD hingga suplemen/vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh.

Soal APD, telah dan sedang disiapkan hingga ke jajaran penyelenggara ad hoc di kecamatan dan desa/kelurahan. 

4. Wajib Rapid-Test untuk penyelenggara yang akan melaksanakan kegiatan verifikasi faktual  

Saat ini, untuk daerah-daerah dimana terdapat bakal pasangan calon perseorangan sementara dilaksanakan verifikasi faktual dukungan. Kegiatan ini mewajibkan terjadinya pertemuan dengan jaga jarak dan tanpa kontak antara PPS dengan penduduk yang namanya tercantum dalam dokumen dukungan. 

Nah, sebelum turun lapangan, PPS wajib mengikuti rapid-test. Bagi mereka yang hasil rapid test-nya non reaktif, diperkenankan melaksanakan tugas. Jika hasil rapid-test adalah reaktif maka PPS tersebut tidak diperkenankan melaksanakan tugas verifikasi faktual. Hal ini semata-mata untuk memastikan bahwa petugas PPS yang turun door to door ke rumah pendukung bakal pasangan calon perseorangan dijamin bukan agen penyebar Covid-19.

Untuk melindungi petugas PPS, maka masker dan face shield menjadi APD wajib, disamping hand sanitizer. 


5. PPDP Wajib Rapid Test 

Mulai tanggal 15 Juli, kegiatan pencocokan dan penelitian dalam rangka pemutahiran data pemilih akan bergulir selama sebulan. Kegiatan ini juga mewajibkan Petugas Pemutahiran Data Pemilih (PPDP) untuk door to door ke rumah pemilih untuk menjamin keterdaftaran mereka yang sudah memiliki hak pilih dalam Daftar Pemilih. 

Seperti halnya PPS yang melaksanakan verifikasi faktual di atas, PPDP pun wajib mengikuti rapid test.  Saat direkrut mereka wajib mengisi pernyataan bersedia dilakukan rapid test yang difasilitasi KPU. Tak bersedia di-rapid test,  maka tak bisa direkrut sebagai PPDP.  Bagi mereka yang telah ditetapkan sebagai PPDP, namun kemudian hasil rapid test menunjukan hasil reaktif, maka PPDP tersebut harus bersedia diganti. 

Kenapa diganti?  PPDP masa tugasnya hanya sebulan untuk melakukan tugas coklit data pemilih. Jika mereka reaktif maka wajib isolasi mandiri selama 14 hari dan wajib test lanjutan (swab test). Tentu saja kondisi ini akan menghambat tahapan coklit yang hanya sebulan saja.

Demikian gambaran kerja adaptif penyelenggara pemilu di era kenormalan baru. Hal-hal ini harus dipatuhi oleh setiap penyelenggara pemilu, sebagai bentuk dukungan dan komitmen untuk bersama-sama memutus mata rantai transmisi Covid-19 dan tetap menjalanKan tanggung jawab yang diberikan negara untuk menggelar Pemilihan Serentak Tahun 2020.