Sebuah Refleksi Pengalaman Penyelenggara Pemilu
Oleh: Refly Repi
Berbagai perubahan kebijakan demokratisasi
terus bergulir sejak Indonesia merdeka hingga saat ini. Kebijakan-kebijakan tersebut untuk menjalankan
proses demokrasi serta untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan manusia
Indonesia dan tentu saja untuk mewujudkan proses demokrasi yang sesuai dengan kehendak
rakayat, sebagaimana substansi demokrasi sebagai pemerintahan dari, oleh dan
untuk rakyat, yang diselenggarakan berdasarkan situasi dan kondisi Bangsa Indonesia.
Berbagai cara dan upaya untuk
menjalankan proses demokrasi tersebut, diantaranya adalah dengan melaksanakan
wadah kedaulatan rakyat melalui bentuk demokrasi elektoral yaitu: Pemilu dan
Pilkada. Pada saat ini, proses demokrasi langsung melalui Pemilu dan Pilkada
menjadi pilihan yang diyakini mendapatkan hasil terbaik yang sesuai dengan hati
nurani rakyat Indonesia tanpa dimanipulasi oleh kepentingan elit politik yang
ada.
Tetapi, suatu proses yang di
yakini memiliki resep yang mumpuni pastilah terdapat kendala yang luar biasa
sulit. Berbagai masalah, kendala, dan resiko yang harus di hadapi, diantaranya
pada sisi penyelenggara Pemilu itu. Seluruh elemen yang terlibat sebagai
penyelenggara dituntut harus kerja ekstra, ‘All Out’ untuk menjalankan proses demokrasi
ini.
Terjadi banyak situasi yang
extrim di lapangan diantaranya pada saat proses Pemilu itu sendiri. Para
punggawa Pemilu harus mengeluarkan bekerja ekstra, baik pikiran maupun tenaga untuk
memenuhi tenggat waktu yang terbatas dan mengadministrasikan hasil Pemilu
secepatnya untuk segara diumumkan kepada publik yang sudah sangat tidak sabar
menanti.
Teknologi yang canggih sudah
dipakai untuk mendukung proses itu, tapi tetap harus di dukung oleh SDM yang
bekerja tanpa istirahat, sehingga banyak yang harus menghadapi resiko
kelelahan, sakit bahkan kematian. Hal ini di lakukan untuk memenuhi proses
pemilihan langsung yang diyakini mengakomodir suara hati nurani rakyat.
Menjadi pertanyaan reflektif: apakah ini
memang harus menjadi tuntutan demokrasi yang terbaik? sehingga para
penyelengara Pemilu harus bekerja ekstra sampai melewati batas kemampuan? Sementara hal itu harus dilakukan karena
sudah mereka disumpah untuk melakukan tugas dengan penuh tanggung jawab sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
〘Penyelenggara Pemilu berkorban mengabdi sampai titik darah penghabisan. Berkorban untuk demokrasi. Berkorban untuk Bangsa Indonesia. Pahlawankah?〙
Mungkin bukan soal pahlawan atau
tidak, tapi bagaimana sistem Pemilu itu juga memikirkan kemampuan manusia yang
menjalankan proses Pemilu yaitu para Penyelenggara Pemilu. Perlu dipikirkan bagaimana
sistem yang terbaik, termasuk jangka waktu yang paling manusiawi untuk sebuah
proses pemungutan dan penghitungan suara.
Bertepatan saat ini revisi
Undang-undang Pemilu sementara berproses di DPR-RI. Kiranya para pengambil
kebijakan, dalam hal ini pembuat undang-undang dapat menyeimbangkan tuntutan Pemilu
LUBER, Jurdil dan Transparan dengan kemampuan manusiawi rakyat yang bertugas di
TPS ataupun penyelenggara Pemilu pada umumnya.
Pahlawan demokrasi bukan nanti
menjadi label saat penyelenggara meninggal dunia. Setiap kita yang berkorban waktu,
tenaga, pikiran bahkan harta untuk demokrasi yang bermartabat adalah pahlawan
demokrasi.
Salam Demokrasi
---------------------------------
Penulis, Ketua PPK Kecamatan Mandolang Kab.
Minahasa, Pemilu 2014 dan Pilkada 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.