Rabu, 09 September 2020

Ketentuan Pidana Tahapan Pencalonan Pemilihan 2020

 

Oleh: 

Meidy Y. Tinangon (Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Provinsi Sulut)

Tahapan pencalonan sementara berlangsung. Setelah pendaftaran Bapaslon tanggal 4-6 September 2020, selanjutnya akan dilaksanakan verifikasi syarat calon termasuk didalamnya pemeriksaan kesehatan, perbaikan syarat calon, verifikasi perbaikan syarat calon, hingga akhirnya penetapan Pasangan Calon pada tanggal 23 September 2020. 

Dalam tahapan pencalonan, terdapat ketentuan yang mengatur mengenai pelanggaran pidana dan sanksinya. Ketentuan tersebut pastinya perlu diperhatikan baik oleh penyelenggara maupun oleh Bapaslon dan pemilih.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, berikut ini diuraikan beberapa ketentuan pidana dalam tahapan Pencalonan. 


1. Menghilangkan hak menjadi calon 

Hal ini diatur dalam Pasal 180 Ayat (1) UU Pemilihan, yang lengkapnya berbunyi: 

"Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menghilangkan hak seseorang menjadi Calon Gubernur/Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati/Calon Wakil Bupati, dan Calon Walikota/Calon Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)"

Beberapa unsur dalam ketentuan ini adalah:
  • Subyek: setiap orang
  • Adanya unsur sengaja (dolus)
  • Perbuatan melawan hukum berupa menghilangkan hak seseorang menjadi calon
2. Karena jabatannya sengaja menghilangkan hak seseorang menjadi calon atau meloloskan calon/bapaslon yang tidak memenuhi syarat

Hal ini diatur dalam Pasal 180 ayat (2) Undang-undang Pemilihan, yang berbunyi: 

"Setiap orang yang karena jabatannya dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menghilangkan      hak      seseorang      menjadi Gubernur/Wakil  Gubernur,  Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota atau meloloskan calon dan/atau pasangan calon yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 96 (sembilan puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp96.000.000,00 (Sembilan puluh enam juta rupiah)."

Unsur dalam ketentuan ini adalah:
  • Subyek: setiap orang dengan spesifikasi orang dalam jabatan yang berhubungan dengan perbuatan melawan hukum tersebut dan karena jabatannya memanfaatkan jabatan tersebut untuk melakukan perbuatan melawan hukum.
  • Adanya unsur sengaja (dolus)
  • Perbuatan melawan hukum berupa menghilangkan hak seseorang menjadi calon atau meloloskan calon dan/atau pasangan calon yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 45 Undang-undang.
Untuk diketahui Pasal 7 dan Pasal 45 terkait dengan syarat calon.

3. Penggunaan surat atau dokumen yang diketahui palsu 

Tindak pidana pemilihan ini lebih dikenal sebagai tindak pemalsuan. Ketentuan tersebut diatur dalam pasal 181, sebagai berikut:

 "Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa suatu surat adalah tidak sah atau dipalsukan, menggunakannya, atau menyuruh orang lain menggunakannya sebagai surat sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)."

Unsur-unsur dalam ketentuan ini diantaranya:  

  • Subyek: setiap orang.
  • Adanya unsur sengaja (dolus)
  • Perbuatan melawan hukum berupa mengetahui bahwa suatu surat adalah tidak sah atau dipalsukan kemudian menggunakannya, atau menyuruh orang lain menggunakannya sebagai surat sah.
4. Memberikan keterangan tidak benar atau menggunakan surat palsu 

Ketentuan pidana pemilihan tersebut diatur dalam Pasal 184 Undang-undang, yang lengkapnya berbunyi:

"Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota, dipidana dengan pidana  penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)."

 Ketentuan ini mengandung beberapa unsur kumulatif yaitu:

  • Subyek: setiap orang.
  • Adanya unsur sengaja (dolus)
  • Perbuatan melawan hukum berupa memeberikan keterangan tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah sebagai surat sah yang berkaitan dengan persyaratan untuk menjadi calon. 
5. Mendaftarkan Pasangan Calon yang tidak sesuai dengan persetujuan DPP Parpol

Ketentuan ini dimasukan dalam UU Nomor 10/2016 yang merupakan perubahan kedua atas UU Nomor 1/2015, tepatnya di Pasal 186A, yang berbunyi:

"Ketua dan Sekretaris Partai Politik tingkat Provinsi dan/atau tingkat Kabupaten/Kota yang mendaftarkan pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) yang tidak didasarkan pada surat keputusan pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh pengurus Partai Politik tingkat Provinsi dan/atau pengurus Partai Politik tingkat Kabupaten/Kota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)."

 Unsur dalam ketentuan ini juga sifatnya kumulatif yaitu:

  • Subyek: Ketua dan Sekretaris Partai Politik tingkat Provinsi dan/atau tingkat Kabupaten/Kota
  • Perbuatan melawan hukum berupa mendaftarkan pasangan calon yang tidak didasarkan pada surat keputusan pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh pengurus Partai Politik tingkat Provinsi dan/atau pengurus Partai Politik tingkat Kabupaten/Kota.
6. Menerima dan Memberikan "mahar"

Ketentuan tentang "mahar politik" dalam proses pencalonan diatur dalam Pasal 187B:

"Anggota Partai Politik atau anggota gabungan Partai Politik yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima imbalan  dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)."

Ketentuan ini mengandung beberapa unsur kumulatif yaitu:

  • Subyek: Anggota Parpol atau Gabungan Parpol
  • Adanya unsur sengaja (dolus)
  • Perbuatan melawan hukum berupa menerima imbalan  dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota . 
Ketentuan lainnya terkait dengan yang memberikan imbalan/"mahar" diatur dalam Pasal 187C yang menyebutkan:

"Setiap orang atau lembaga yang terbukti  dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota maka penetapan sebagai calon, pasangan calon terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (5), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan pidana penjara paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)."

Ketentuan ini menyinggung ketentuan Pasal 47 ayat (5). Untuk tidak menimbulkan salah tafsir, baiknya disampaikan secara utuh Pasal 47 sebagai berikut:

(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama.
(3) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4) Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. *) penjelasan: Yang dimaksud
dengan “orang” termasuk Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, atau Calon Wakil Walikota. 
(5) Dalam hal putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menyatakan
setiap orang atau lembaga terbukti memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota maka penetapan sebagai calon, pasangan poe calon terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dibatalkan.
(6) Setiap partai politik atau gabungan partai politik yang terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan denda sebesar 10 (sepuluh) kali lipat dari nilai imbalan yang diterima. 

 7. Mengundurkan Diri Sebagai Calon dan Parpol Menarik Calon atau Paslon Perseorangan Mengundurkan Diri

Sebagaimana diatur dalam Pasal 191 ayat (1) dan ayat (2) mengundurkan diri sebagai calon dan Parpol menarik calon merupakan pelanggaran yang diancam dengan pidana.

(1) Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan pasangan calon sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

(2) Pimpinan Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai Politik yang dengan sengaja menarik pasangan calonnya dan/atau pasangan calon perseorangan yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

Demikian rangkuman ketentuan pidana dalam tahapan pencalonan. Semoga membawa manfaat terutama dalam upaya bersama menciptakan Pemilihan Serentak yang bersih, bermartabat dan jurdil.

Salam demokrasi,
Meidy Y. Tinangon
(Komisioner KPU Sulut, Divisi Hukum dan Pengawasan)

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.