Selasa, 23 Juni 2020

Posisi Strategis Pemuda Gereja dalam Pencegahan Politik Uang, Hoax dan Politik SARA Pilkada


Oleh: Meidy Y. Tinangon

Tantangan-tantangan demokrasi dan kepemiluan yang perlu mendapat perhatian bersama setiap elemen bangsa adalah: politik transaksional (money politics/politik uang), Hoax dan Politik SARA. Pemuda  Gereja diharapkan dapat mendorong perilaku politik yang beretika dan sesuai dengan konstitusi sebagaimana konsep demokrasi konstitusional dalam negara hukum, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengapa pemuda gereja?

Politik uang, jelas-jelas merupakan sebuah perilaku menyimpang dan jauh dari harapan kita untuk mewujudkan keadilan pemilu. Demokrasi menjunjung tinggi asas keadilan serta penegakan hukum berdasarkan konstitusi (demokrasi konstitusional)

Penyebaran berita bohong (hoax) juga merupakan perilaku politik menyimpang yang mengancam martabat pemilu. Menyebarkan berita bohong merupakan sikap yang patut ditentang oleh gereja karena gereja tidak menghendaki kebohongan dan fitnah. 

Politik SARA ditentang karena Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA) merupakan faktor-faktor kemajemukan yang sangat peka jika dibawa di arena politik praktis. Demokrasi menghendaki penentuan pilihan pemilih bukan karena pertimbangan SARA tapi karena rasionalitas pemilih terhadap visi, misi, program calon. Politik SARA juga dapat menyebabkan ketimpangan mayoritas-minoritas dari aspek SARA. Gereja menentang politik SARA seperti politisasi agama karena gereja beranggapan bahwa agama adalah domain privat yang tidak selayaknya dibawa dalam kontestasi politik (Pemilu).

Politik uang/suap, hoax,  politisasi agama, karenanya  harus dilawan oleh pemuda gereja sebagai gereja yang mendambakan keadilan dan kebenaran dalam setiap aspek kehidupan. Pertanyaannya adalah: apa yang bisa dilakukan pemuda gereja?

Dari perspektif analisis SWOT secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pemuda gereja punya potensi mengambil porsi peran yang signifikan dalam upaya gerakan sosial politik gereja menantang politik uang. Berikut telaah sederhana analisis SWOT tersebut.
  • Kekuatan (Strength) pemuda gereja terletak pada kuantitas dan idealisme. Kuantitas yang lumayan besar, jangkauan wilayah yang luas serta daya aktivitas organisasi yang paling aktif, menjadi sebuah modal besar untuk membangun sebuah gerakan moral yang memiliki efek yang luas.
  • Kelemahan (Weakness) pemuda gereja, dari perspektif gerakan sosial politik dewasa ini adalah, pemuda gereja belum memberikan porsi yang lebih besar terhadap pelayanan sosial politik / spiriritualisme sosial. Sebagai kekuatan moral proses demokratisasi, institusi pemuda gereja masih memberikan titik berat pada pelayanan kerohanian serta kegiatan selebrasi / seremonial.
  • Peluang (Opportunity) pemuda gereja untuk “menggarami” dunia politik sebenarnya terbuka lebar apalagi dengan perkembangan teknologi informasi termasuk perkembangan platform media sosial. Menurut asumsi pribadi saya, 99% anggota pemuda gereja merupakan pengguna sosmed. Selain itu peluang kerjasama dengan pihak eksternal (LSM, Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu) masih belum dimaksimalkan.
  • Tantangan (Threat) eksternal yang perlu diperhatikan jika pemuda gereja ingin membangun sebuah gerakan moral sosial politik yang sistematis adalah berasal dari pihak-pihak yang merasa akan rugi jika terjadi gerakan terstruktur, sistematis dan massif dari pemuda gereja untuk menentang politik uang, hoax dan politisasi SARA.
Pendekatan SWOT di atas masih sangat sederhana, namun menurut hemat saya sudah cukup untuk menentukan format awal model partisipasi politik pemuda gereja dalam Pilkada, secara khusus dalam membangun  gerakan anti money politics, hoax dan politisasi agama. 

Strategi utama yang dapat dilakukan oleh pemuda gereja adalah strategi SO (Strength-Opportunity), dimana kekuatan idealisme, kuantitas, distribusi anggota dan dinamika organisasi yang tinggi akan didayagunakan melawan arus-arus tantangan demokratisasi. Penggunaan kekuatan-kekuatan tersebut akan lebih mampu diimplementasi jika pemuda gereja menggandeng kekuatan eksternal seperti LSM Kepemiluan, penyelenggara Pemilu dan peluang media.

Langkah konkrit yang bisa dilakukan misalnya menetapkan adanya kegiatan dalam bentuk gerakan pemuda gereja anti politik uang, hoax dan politisasi agama. Gerakan yang menjangkau seluruh pelosok wilayah pelayanan dengan aksi nyata (misalnya pemantauan dan pelaporan aksi politik uang, kampanye di sosial media dll).

Akhirnya, melalui diskusi ini kiranya akan merangsang pemikiran yang kreatif-konstruktif sebuah gereja bangsa, gereja yang diutus menerangi bangsa Indonesia, untuk merumuskan partisipasi politik pemuda gereja  dalam mewujudkan Pilkada 2020 yang demokratis, luber dan jurdil. (***)

=======
Materi ini diadaptasi dari pokok pikiran yang pernah disampaikan dalam Penjabaran Program Pemuda GMIM, di Jemaat “Betlehem” Popareng Wilayah Tatapaan Indah – Tumpaan, Minahasa Selatan, 23 Februari 2019;


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.